Fenomena Pendidikan Di Indonesia, Perlukah Diperbaiki?

Fenomena pendidikan di Indonesia, Perlukah diperbaiki? . Pendidikan adalah faktor penting dalam kewibawaan suatu negara. Kualitas pendidikan yang baik akan melahirkan generasi penerus bangsa yang memiliki daya saing tinggi dan mumpuni dalam berbagai bidang. Kondisi bangsa akan terus mengalami perbaikan ketika memiliki generasi penerus yang cerdas dan berkompeten dalam menghadapi era globalisasi seperti sekarang.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini masih rendah menurut Bank Dunia (Worl Bank), meskipun perluasan akses pendidikan untuk masyarakat telah meningkat secara signifikan. Indonesia masih berada di peringkat tertinggi untuk kualitas pendidikan rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dikutip dari CNN Indonesia, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves mengatakan, “Misalnya, 55 persen anak usia 15 tahun di Indonesia secara fungsional buta huruf, dibandingkan kurang dari 10 persen di Vietnam” ujarnya di di Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (6/6).

Fenomena pendidikan di Indonesia, Perlukah diperbaiki?

Peningkatan dari segi akses pendidikan masih belum merata walaupun jumlah siswa yang mampu bersekolah meningkat cukup signifikan. Pemerataan akses pendidikan ini dapat dilihat dari penyebaran kualitas guru yang baik di setiap sekolah, pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan sekolah, partisipasi dalam tata kelola pendidikan, dan tidak adanya konsentrasi siswa pintar yang hanya di satu sekolah. Akses dan kualitas pendidikan yang merata akan membawa generasi muda yang lebih unggul. Indonesia yang separuh lebih penduduknya berusia produktif jelas akan memiliki sumber daya manusia yang berkompeten sehingga jumlah angka pengangguran dapat berkurang.

Pemerintah melalui Kemendikbud telah meluncurkan beberapa program untuk meningkatkan akses pendidikan yang merata diantaranya adalah Bantuan Opersional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Bantuan Khusus Murid Miskin (BKMM), serta Program bantuan biaya pendidikan Bidikmisi. Hal ini juga didukung dengan program pemerataan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan kemendikbud, diantaranya adalah bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk pemberdayaan anggota TNI dalam rangka penyelenggaraan pengembangan pendidikan pada wilayah perbatasan, pulau terluar, daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah korban bencana, daerah konflik dan pascakonflik; Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi (PPGT) dan program Sarjana Mendidik di Daerah Terpencil, Terluar, Tertinggal (SM3T) untuk mengatasi kekurangan guru di daerah terpencil terluar dan tertinggal; dan Program pembangunan/rehabilitasi ruang dan fasilitas belajar baik yang disalurkan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun langsung dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Selain akses dalam memperoleh pendidikan, kualitas pendidikan juga merupakan tantangan yang harus diselesaikan. Penyebab masih rendahnya mutu pendidikan Indonesia adalah masalah manajemen, efektifitas dan efisiensi belajar anak di sekolah, serta standarisasi pengajaran. Menanggapi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kualitas pendidikan di tanah air masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Padahal, dari sisi anggaran, dana untuk pendidikan telah mencapai Rp444 triliun atau sekitar 20 persen dari total belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. “Begitu juga dengan kurikulum dan text book, itu penting agar negara bisa menyiapkan strategi dalam membangun SDM dengan tantangan yang ada, misalnya industrialisasi, teknologi yang berubah, dan keterbukaan informasi,” ujarnya.

Kondisi Pendidikan

Kurikulum yang terpusat menjadikan kondisi pendidikan di Indonesia semakin rumit. Kurikulum dibentuk hanya didasarkan pada pengetahun pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat. Kurikulum dibuat di Jakarta dan tidak memperhatikan kondisi di masyarakat bawah atau di daerah sampai daerah terpencil. Rendahnya rasa santun dan menghormati siswa terhadap guru juga merupakan potret runyam yang terjadi di Indonesia saat ini. Sudah menjadi kewajiban bagi para siswa untuk patuh dan menyegani seseorang yang mendidik mereka. Namun, berbagai kasus miris yang justru terjadi ketika harga diri seorang guru sudah tak terlihat lagi.

Seperti yang diberitakan dalam Tribunnews.com bahwa kasus pemukulan yang dilakukan oknum murid SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura terhadap gurunya hingga meninggal dunia menjadi pekerjaan besar (PR) bagi semua elemen bangsa. Kompas.com juga memberitakan kasus seorang guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Darrusalam, Kecamatan Pontianak Timur, Nuzul Kurniawati menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh muridnya sendiri berinisial NF, Rabu (7/3/2018) sekitar pukul 10.00 WIB.

Banyaknya kasus siswa yang menganiaya dan tidak menghormati gurunya menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan tanah air. Pendidikan seharusnya menjadi wadah setelah keluarga dalam membentuk karakter siswa yang berilmu, santun, dan bermoral. Guru yang menjadi pedoman harus lah memberikan contoh prilaku yang baik dan mengerti bagaimana cara mendidik siswa. Para orang tua memiliki andil besar dalam mengarahkan karakter anaknya. Siswa yang santun dan menghormati guru merupakan seorang anak yang mendapatkan bimbingan yang baik dari kedua orang tua dan lingkungan tempat tinggal mereka. Sekolah perlu memperkuat pendidikan karakter bagi para siswa dan meningkatkan kompetensi guru dalam penguasaan kelas.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan seperti yang disebutkan di atas, berikut masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan kita, yaitu: rendahnya sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan, dan mahalnya biaya pendidikan.

Program Kerja Jokowi

Pada tahun 2019 ini pendidikan menjadi fokus kedua dalam program kerja Jokowi setelah pembangunan ekonomi. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf, Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa pada 2019, Koalisi Indonesia Kerja (KIK) akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia (SDM), termasuk di dalamnya adalah pendidikan sehingga menargetkan tingkat pendidikan terendah di Indonesia adala SLTA. Selanjutnya program Indonesia Pintar akan ditingkatkan kembali pada tahun ini. Tidak seluruhnya penduduk Indonesia memperoleh pendidikan formal yang cukup. Isu ini ditanggapi oleh Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dengan melalukan revitalisasi balai latihan di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, mereka yang tidak memiliki pendidikan formal dapat berkreasi melalui kemampuan yang mereka dapatkan.

Dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan melakukan pemerataan terhadap akses pendidikan merupakan kunci sukses dalam pembentukan generasi penerus yang cerdas dan bermutu. Terlebih kita dihadapkan pada era globalisasi yang menuntut adanya perubahan ke sistem pendidikan nasional lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhan dalam segala bidang. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk mengatasi segala permasalahan pendidikan di tanah air. Indonesia bukan tidak mungkin memiliki generasi penerus yang beradab dan memiliki daya saing dengan negara-negara lain.