Harga Jagung Melorot, Ini Penyebabnya

Harga jagung di tingkat petani terpantau tertekan di bawah harga acuan pembelian. Permintaan yang berkurang selama pandemi Covid-19 dinilai menjadi penyebab utama kondisi ini.

Ketua Umum Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI) Sholahuddin mengemukakan bahwa harga rata-rata jagung berkadar air 17 persen di tingkat petani Rp2.800—Rp3.000 per kilogram (kg). Harga ini cenderung lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai Rp3.800 per kilogram.

Harga jagung di tingkat petani sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 dipatok di angka Rp3.150 per kg untuk kadar air 15 persen. Sementara untuk jagung berkadar air 20 persen, harga acuan dipatok Rp3.050 per kg.

Menurut Sholahuddin, merosotnya harga jagung di tingkat petani disebabkan oleh permintaan bahan baku pakan ternak yang terkoreksi. Peternak sendiri cenderung mengurangi produksinya usai harga ayam dan telur memperlihatkan tren pelemahan dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, serapan jagung pun berkurang.

Hal ini pun dibenarkan oleh Sekretaris Jenderal Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Arif Karyadi.

Dia mengemukakan bahwa peternak telah mengurangi produksi sampai 50 persen dan bahkan tak melanjutkan ternak sama sekali. Hal ini disebutnya banyak terjadi pada peternak broiler atau ayam potong yang menderita kerugian setelah harga komoditas tersebut anjlok sampai Rp5.000 per kilogram pada April lalu.

“Untuk peternak dengan kapasitas kandang 20.000 ekor sudah banyak yang tidak mengisi kandang karena sulit untuk pulih usai merugi. Kalau untuk kandang berkapastitas 40.000 ekor dikurangi sampai separuhnya,” kata Arif kepada Bisnis, Senin (11/5/2020).

Arif mengatakan, harga ayam potong di tingkat peternak saat ini berkisar di level Rp14.000—Rp15.000 per kg, jauh lebih baik dari harga pada bulan lalu. Kendati demikian, harga jual tersebut masih berada di bawah biaya produksi yang berkisar Rp17.000—Rp18.000 per kg.

Menyitir data Kementerian Pertanian, produksi jagung selama periode Maret—Mei 2019 diperkirakan mencapai 7,25 juta ton dengan proyeksi kebutuhan sebesar 4,81 juta ton.

Di sisi lain, Ketua Bidang Riset dan Teknologi Dewan Jagung Nasional Tony J. Kristianto menjelaskan bahwa produksi jagung pada periode tanam pertama berkontribusi 60 persen dari total sepanjang tahun. Dengan kondisi serapan yang merosot, dia memastikan petani dengan luas lahan kurang dari 2 hektare akan menderita kerugian.

“Jika merugi seperti ini maka petani tak bisa menyiapkan tanam kedua karena produksinya tak terserap. Untuk pihak yang menyimpan stok pun tidak bisa berspekulasi, siapa yang tahu populasi ayam dua bulan ke depan?” kata Tony.