Di tengah penurunan kinerja perekonomian imbas pandemi Covid-19, ekspor industri furnitur di Jawa Timur mulai menunjukan geliatnya. Industri furnitur merupakan salah satu subsektor yang mendukung PDRB Jawa Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim 2020, total kontribusinya sebesar 2,89% dengan pertumbuhan relatif tinggi sebesar 9,73% di tahun 2019, angka tersebut meningkat dari tahun 2018 senilai 7,62%.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, Drajat Irawan, mengatakan industri furnitur merupakan salah satu sektor produk yang mendorong ekspor Jawa Timur dengan ketersediaan bahan baku melimpah baik kayu, bambu, maupun rotan.
Berdasarkan data BPS Jatim tahun 2019 jumlah industri pengolahan kayu termasuk di dalamnya industri furnitur sebanyak 10.120 unit, dengan rincian industri kecil sebanyak 9.418 unit, industri menengah sebanyak 27 unit dan sisanya industri besar sebanyak 175 unit.
Bahan baku industri furnitur Jawa Timur berasal dari daerah Banyuwangi, Jember, Blitar, Saradan, Tuban, dan daerah lainnya. Sementara jumlah produksi kayu Jawa Timur untuk pertukangan sebesar 170.443 m3.
Sedangkan industri pengolahan kayu Jawa Timur berada di Kab. Ngawi, Madiun, Nganjuk, Jombang, Tuban, Bojonegoro, Pasuruan, Probolinggo, Malang dan Lumajang.
Drajat menambahkan jika beberapa perajin di Jawa Timur memanfaatkan limbah kayu, seperti bonggol atau akar (gembol), dahan dan ranting menjadi kerajinan kayu. Oleh para pengrajin yang ada di Jatim diubah menjadi barang bernilai seni tinggi yang banyak diminati oleh kolektor benda antik, baik dalam maupun luar negeri.
“Dengan pasar adalah kota-kota besar di pulau Jawa diantaranya seperti Surabaya, Solo, Jogjakarta, Semarang, Bandung, Jakarta hingga ke pulau Bali,” ujar Drajat dalam rilisnya, Selasa (29/09/2020)
“Produk furnitur merupakan salah satu prioritas ekspor disamping industri makanan dan minuman serta hasil laut. Sebab kualitas produk furniture Indonesia memiliki kekhasan serta nilai artistik yang tinggi yang tidak dimiliki produk furnitur negara lain.
Seperti mebel dari pohon akar jati, meja tebal dari kayu dan yang lainnya, dan tentu saja produk furnitur telah memenuhi persyaratan Legalitas Kayu (V-Legal) untuk memastikan legalitas sumber kayu yang digunakan sebagai bahan baku,” jelas Drajat.
Kebijakan lockdown di berbagai negara sempat menghambat arus lalu lintas keluar masuk barang antar negara baik bahan baku maupun produk. Akan tetapi setelah kebijakan lockdown dicabut, beberapa negara mulai meningkatkan permintaannya, sebut saja Amerika Serikat.
Berdasarkan data Global Trade Atlas (2020), tercatat ekspor furnitur dari Indonesia ke AS periode Januari-Mei 2020 sebesar 582,11 juta dollar AS. Jumlah ini meningkat 51,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 384,82 juta dollar AS dan peningkatan ini terjadi di bulan Mei ketika era new normal mulai berjalan.
Sementara itu, geliat penjualan produk furniture Jawa Timur mulai menunjukan peningkatan permintaan setelah kebijakan lockdown dicabut oleh beberapa negara tujuan ekspor.
Berdasarkan data Pusdatin Kemenperin tahun 2020, geliat ekspor furniture di wilatah Jawa Timur ditunjukan dari nilai ekspor olahan kayu dan furnitur pada bulan Januari sebesar 146,21 Juta dollar AS. Pada bulan Februari dan Maret, nilai ekspor naik secara berturut-turut sebesar 155,06 Juta dollar AS dan 161,92 Juta dollar AS.
Namun pada bulan April dan Mei, nilai ekspor menurun secara berturut- turut pula sebesar 143,31 Juta dollar AS dan 115,86 Juta dollar ASI dikarenakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sempat terlaksana di beberapa wilayah di Indonesia. Sementara itu terhitung pada bulan Juni ketika lockdown telah dicabut oleh beberapa negara, ekspor kembali naik di angka 146,36 Juta dollar AS, yang mana ini merupakan angka yang lebih tinggi daripada bulan Januari.
”Pada periode semester I, Januari hingga Juni 2020, nilai ekspor industri furnitur dan olahan kayu di Jatim sebesar 868,74 juta dollar AS sedangkan nilai impor sebesar 45,16 juta dollar AS sehingga terjadi surplus senilai 823,58 juta, dollar AS” ungkap Drajat.
Negara tujuan ekspor produk furnitur Jawa Timur mayoritas adalah Amerika Serikat, Jepang, Inggris serta negara-negara di Eropa antara lain Perancis, Jerman, Belanda, Belgia, dan Italy. Sedangkan impor produk furnitur terbanyak berasal dari China.
Drajat menambahkan jika imbas dari perang dagang Amerika Serikat dan China mendorong sentimen kurang baik terhadap produk asal China termasuk didalamnya produk furnitur. Hal ini menjadi peluang besar bagi produk furnitur Jatim untuk memperluas ekspansi pasar ekspor sehingga turut mendorong pemulihan ekonomi utamanya pada masa pandemi covid-19.
”Konsumsi dalam negeri mulai meningkat pada masa adaptasi kebiasaan baru. Dikarenakan orang-orang lebih banyak beraktifitas di rumah maka dari itu keinginan untuk mempercantik dan menambah fungsi rumah kian meningkat, hal ini tentunya mendorong peningkatan konsumsi furniture dan memungkinkan desain furnitur yang akan banyak permintaan adalah jenis home office furniture,” lanjut Drajat.
“Dengan adanya perubahan pola perilaku masyarakat sebagai konsumen, industri furnitur Jawa Timur harus mengantisipasi dan dapat segera menyesuaikan agar kinerja industri furnitur akan terus meningkat,” tegas Drajat.
Peningkatan kinerja industri furnitur juga didukung dengan adanya platform jual beli produk furnitur secara online yang semakin marak dan diminati. Hal ini dikarenakan banyaknya varian produk yang tersedia. Kemudahan berbelanja, baik itu pengiriman, pembayaran, dan kebijakan pengembalian barang, serta konsumen tidak perlu antri untuk membayar dan keluar dari rumah untuk berbelanja keperluan furnitur.
Dalam rangka peningkatan pasar ekspor produk industri furnitur, Pemerintah Prov. Jatim melalui Disperindag Prov. Jatim juga memiliki layanan UPT Kayu yang berkaitan dengan pembuatan furniture, pelatihan showroom produk IKM binaan komoditas kayu serta pendampingan IKM.
Selain itu Disperindag Prov. Jatim juga melakukan promosi misi dagang produk furniture secara online dan ofline, peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui bimbingan teknis, pengembangan desain produk furniture yang inovatif dan marketable. Sementara perluasan pasar dengan memanfaatkan pada
latform digital melalui e-commerce maupun media online, serta peningkatan kualitas produk melalui standarisasi produk industri, dan pengembangan sentra industri.
“Terakait ekspor, pelaku usaha bisa melakukan pemanfaatan tarif preferensi berdasarkan Kerjasama bilateral, regional, maupun multilateral yang telah diikuti oleh Indonesia seperti IA-CEPA dan IK-CEPA,” pungkas Drajat.